Friday 2 June 2017

Makalah

MAKALAH ETIKA PROFESI HUKUM KESEHATAN


Malpraktik Medik


Disusun oleh            :       Oditio Barkah Fendyana
P1337430116020
1A
DIII TRR SMG

BAB I
PENDAHULUAN
1.1            Latar Belakang Masalah
Akhir – akhir ini tuntutan hukum terhadap dokter dengan dakwaan melakukan malpraktik makin meningkat dimana – mana, termasuk di negara kita. Maraknya pengaduan tersebut selain disebabkan oleh meningkatkanya kesadaran hukum dan kesadaran akan hak – hak pasien, adalah karena masyarakat menggangap kegagalan upaya penyembuhan yang dilakukan dokter terhadap pasien identik dengan kegagalan tindakan medik. Padahal dokter tidak bisa disalahkan jika ia telah melaksakan tugas profesinya sesuai dengan standar pelayanan medik, sesuai dengan standar prosedur yang telah disepakati oleh organisasi profesinya dan Rumah Sakit tempat ia bekerja.
            Seorang dokter tidak menjamin hasil akhir upayanya yang sungguh – sungguh untuk kesembuhan pasien atau meringankan penderitaan pasienya. Jadi, jika terjadi komplikasi tidak terduga, cedera, bahkan pasienya meninggal dunia, dokter tidak dapat dituntut. Harapan psien dalam menerima pelayanan medik adalah kesembuhan dan sekecil mungkin adanya resiko atau efek samping. Namun, dokter adalah manusia biasanya yang tidak luput dari human error, apalagi bekerja dalam kondisi sarana pelayanan medik yang tidak memadai, peralatan yang kurang, faktor lingkungan dan sebagainya. Di sisi lain para dokter dituntut untuk melaksanakan kewajiban dan tugas profesinya dengan lebih hati – hati dan penuh tanggung jawab. Seorang dokter hendaknya dapat menegakkan diagnosis dengan benar sesuai dengan prosedur, memberikan terapi dan melakukan tindakan medik sesuai  standar pelayanan medik, dan tindakan itu memang wajar dan diperlukan.
Mengingat semakin maraknya kemunculan kasus-kasus malpraktek yang terjadi akhir-akhir ini bersamaan dengan semakin meningkatnya kemajuan dalam pelayanan medis, maka kasus malpraktek ini  harus dikaji sebagai sebuah kasus kriminalitas yang terjadi akibat suatu kelalayan dan propesionalitas tenaga kedokteran. Di negara maju tiga besar, dokter spesialis menjadi sasaran utama tuntutan kediklayakan dalam praktik, yaitu spesialis bedah ( ortopedi, plastik dan saraf ) spesialis anestesi, dan spesialis kebidanan dan penyakit kandungan.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dilihat masih adanya pelayanan kesehatan oleh tenaga medis yang kurang memuaskan pada pasien. Maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah tentang permasalahan malpraktek tenaga medis dan upaya pencegahannya.



1.3  Tujuan Penulisan
1.    Menjelaskan pengertian malpraktik
2.    Menjelaskan tentang tanggung jawab hukum
3.    Memahami upaya pencegahan malpraktik dan mengetaui cara menghadapi tuntutan hukum
4.    Menjelaskan cara – cara pembuktian malpraktik
5.    Mampu menelaah sebuah kasus malpraktik
1.4  Manfaat Penulisan
1.      Menambah wawan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan terutama yang berkaitan dengan malpraktik tenaga medis
2.      Memahami permasalahan yang berkaitan dengan makpraktik tenaga medis sertra upaya – upaya untuk mencegahnya
3.      Memahi tuntutan hukum terhadap malpraktik tenaga medis.

BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Malpraktik
Malpraktek ( malapraktek ) atau malpraktik terdiri dari suku kata mal dan praktik atau praktek. mal berasal dari bahasa Yunani, yang berarti buruk. Praktik ( Kamus Umum Bahasa Indonesia, Purwadarminta, 1976 ) atau praktik ( Kamus Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, 1991 ) berarti menjalankan perbuatan yang tersebut dalam teori atau menjalankan pekerjaan ( profesi ). Jadi malpraktik berarti menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya, tidak tepat. Malpraktik tidak hanya terdapat dalam bidang kedokteran, tetapu juga dalam profesi lain seperti perbankan, pengacara, akuntan publik dan wartawan.
Malpraktik medik dapat diartikan sebagai kelalaian atau kegagalan seorang dokter untuk mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati  pasien atau orang cedera menrut ukuran dilingkungan yang sama.
Apapun desinisi malpraktik medik pada intinya mengandung salah satu unsur berikut :
1.      Dokter kurang menguasai ilmu pengetahuan kedokteran dan keterampilan yang sudah berlaku umum dikalangan profesi kedokteran.
2.      Dokter memberikan pelayanan medik di bawah standar
3.      Dokter melakukan kelalaian berat atau kurang hati – hati, yang dapat mencakup,
a.      Tidak melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya dilakukan, atau
b.       Melakukan sesuatu tindakan yang seharusnya tidak dilakukan.
4.      Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum.
Dalam praktiknya benyak sekali hal yang dapat diajukan sebagai malpraktik, seperti salah diagnosis  atau terlambat diagnosis karena kurang lengkapnya pemeriksaan, pemberian terapi yang sudah ketinggalan zaman, kesalahan teknis waktu melakukan pembedahan, salah dosis obat, salah metode tes atau pengobatan, perawatan yang tidak tepat, kelalaian dalam pemantauan pasien, kegagalan komukasi dan kegagalan peralatan.
Malpraktik medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. Yang dimaksud dengan kelalaian disini ialah sikap kurang hati – hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati – hati melakukanya dengan wajar, atau sebaliknya delam situasi tersebut. Kelalaian diartikan pula dengan melakukan tindakan kedokteran di bawah standar pelayanan medik.
2.2 Malpraktik di Bidang Hukum
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice,Civil malpractice dan Administrative malpractice.
1.      Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :
a. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela.
b.  Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional), kecerobohan (reklessness) atau kealpaan (negligence).
  Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional):
Pasal 267 KUHP, tentang Dokter yang sengaja memberi surat keterangan palsu tentang adanya atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dihukum dengan hukuman penjara selama 4 tahun.
Pasal 346 sampai dengan pasal 349 KUHP, tentang Abortus Provokatus. Pasal 346 KUHP Mengatakan: Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 348 KUHP menyatakan: Ayat (1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. Ayat (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349 KUHP menyatakan: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 351 KUHP, tentang penganiayaan, yang berbunyi:
Ayat (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
Ayat (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun. 
Ayat (3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Ayat (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
Ayat (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
   Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.
a.   Pasal 349 KUHP menyatakan: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
      Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati melakukan proses kelahiran.
a.       Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati atau luka-luka berat.
Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati : Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lamasatu tahun.
b.      Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat: Ayat (1) Barangsiapa karena kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lamasatu tahun. Ayat (2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
c.       Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang lebih berat pula. Pasal 361 KUHP menyatakan: Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pen¬caharian, maka pidana ditambah dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya diumumkan. Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.


2.3 Tanggung Jawab Hukum
Seperti dikemukakan di depan bahwa tidak setiap upaya kesehatan selalu dapat memberikan kepuasan kepada pasien baik berupa kecacatan atau bahkan kematian. Malapetaka seperti ini tidak mungkin dapat dihindari sama sekali. Yang perlu dikaji apakah malapetaka tersebut merupakan akibat kesalahan bidan atau merupakan resiko tindakan, untuk selanjutnya siapa yang harus bertanggung gugat apabila kerugian tersebut merupakan akibat kelalaian bidan. Di dalam transaksi teraputik ada beberapa macam tanggung gugat, antara lain:
          1.   Contractual liability
Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban dari hubungan kontraktual yang sudah disepakati. Di lapangan kewajiban yang harus dilaksanakan adalah daya upaya maksimal, bukan keberhasilan, karena health care provider baik tenaga kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan yang tidak sesuai standar profesi/standar pelayanan.
          2.   Vicarius liability
Vicarius liability atau respondeat superior ialah tanggung gugat yang timbul atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya (sub ordinate), misalnya rumah sakit akan bertanggung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan kelalaian bidan sebagai karyawannya.
          3. Liability in tort Liability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Perbuatan melawan hukum tidak terbatas hanya perbuatan yang melawan hukum, kewajiban hukum baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, akan tetapi termasuk juga yang berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain (Hogeraad 31 Januari 1919).

2.4 Pembuktiian Malpraktik di Bidang Kesehatan
Dari definisi malpraktek adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau tenaga keperawatan (perawat dan bidan) untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian bidan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara bidan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaat verbintenis).
Apabila bidan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan. Dalam hal bidan didakwa telah melakukan ciminal malpractice, harus dibuktikan apakah perbuatan bidan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidanya yakni :
a.    Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercela
b.   Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan). Selanjutnya apabila bidan dituduh telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga. Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :
      Cara langsung Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :
a.       Duty (kewajiban) Dalam hubungan perjanjian bidan dengan pasien, bidan haruslah bertindak berdasarkan: 1) Adanya indikasi medis, 2) Bertindak secara hati-hati dan teliti, 3) Bekerja sesuai standar profesi, 4) Sudah ada informed consent.
b.      Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban) Jika seorang bidan melakukan pekerjaan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka bidan tersebut dapat dipersalahkan.
c.      Direct Causation (penyebab langsung)
d.      Damage (kerugian) Bidan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage)yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya, dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan bidan. Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).
         Cara tidak langsung Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan (doktrin res ipsa loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
a.    Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila bidan tidak lalai

b.   Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab bidan

Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence. Misalnya ada kasus saat bidan akan memotong tali pusat bayi, saat memotong tali pusat ikut terluka perut pasien tersebut. Dalam hal ini perut yang luka dapat dijadikan fakta yang secara tidak langsung dapat membuktikan kesalahan bidan, karena:
a.      Perut bayi tidak akan terluka apabila tidak ada kelalaian tenaga perawatan.
b.      Memotong tali pusat bayi adalah merupakan/berada pada tanggung jawab bidan.
c.       Pasien/bayi tidak mungkin dapat memberi andil akan kejadian tersebut.

2.5 Upaya Pencegahan Malpraktik
Pelayanan medik merupakan suatu sistem pelayanan yang kompleks dan ketat sehingga mudah terjadi kecelakaan terutama di UGD, ICU, Kamar Bedah dan Kamar Bersalin. Oleh karena itu, pelayanan di sini harus ektra hati – hati. Setiap tindakan medik mengandung resiko karena itu harus dilakukan tindakan pencegahan dan berupaya mengurangi resikonya hingga tingkat yang dapat diterima (acceptable). Berikut ini beberapa tips agar terhindar dari tuntutan malpraktik :
1.      Senantiasa berpedoman pada standar pelayanan medik dan standar prosedur operasional
2.      Bekerjalah secara profesional, berlandaskan etik dan moral yang tinggi.
3.      Ikuti peraturan perundangan yang berlaku, terutama tentang kesehatan dan praktik dokter
4.      Jalin komunikasi yang harmonis dengan pasien dan keluarganya dan jangan pelit informasi baik tentang diagnosis, oencegahan dan terapi. Ada yang mengatakan bahwa “a good physician – patient relationship is the best prophylatic against a malpractice suit”
5.      Tingkatkan rasa kebersamaan, keakraban dan kekeluargaan sesama sejawat dan tingkatkan kerja sama tim medik demi kepentingan pasien.
6.      Jangan berhenti belajar, selalu tingkatkan ilmu dan keterampilan dalam bidang ditekuni.
Upaya menghadapi tuntutan hukum Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga bidan menghadapi tuntutan hukum, maka bidan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian bidan. Apabila tuduhan kepada bidan merupakan criminal malpractice, maka bidan dapat melakukan :
a.       Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya bidan mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
b.       Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
c.       Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya bidan menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya. Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana bidan digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (bidan) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat.
d.       Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan bidan.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Contoh Kasus

Diduga Jadi Korban Malpraktik, Ibu Melahirkan Ditahan RSIA Kenari Graha Medika ( publikbogor.com ) 6 Maret 2017

Mayasari (26) warga Kampungtengah, RT 01/06, Desa Cileungsikidul, Kecamatan Cileungsi, harus terbaring lemas di ruang rawat inap setelah menjalani operasi sesar. Diduga, telah terjadi malpraktik dalam operasi sesar yang dijalaninya itu, karena dalam operasi tersebut kantung kemihnya tersayat oleh tim dokter.
Suami korban Rotamas Awaludin (32) mengisahkan,  pada hari Jumat (3/3) kemarin, saat istrinya hendak melahirkan, istrinya tersebut dirujuk oleh bidan Lia tempat biasa istrinya mengecek kandungan untuk menjalani operasi sesar di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Kenari Graha Medika. Pukul 09:00 WIB, ia membawa istrinya ke rumah sakit tersebut, dan baru menjalani operasi sesar pukul 13:00 WIB.
“Jam 18:00 WIB operasinya baru selesai, dan pukul 15:00 WIB saya sudah diberikabar kalau bayinya sudah lahir,” kisahnya kepad Publik Bogor, (6/3).
Rotamas menjelaskan, saat sedang menjalani operasi suster sempat menyampaikan bahwa istrinya tersebut mengalami pendarahan, dan perlu tranfusi darah. Tak lama setelah itu, salah satu tim dokter, yakni dokter Firdaus memanggilnya, dan mengatakan bahwa kantung kemih istrinya tersayat. Dokter tersebut pun tak bisa menangani hal tersebut.
“Setelah itu, istri saya ditangani dokter Joko sebagai dokter bedah, untuk menjalani operasi kantung kemih,” jelasnya.
Ia menerangkan, dari hari Jumat sampai Sabtu kemarin dirinya harus membayar sebesar Rp14.712.804, dan baru dibayar sebesar Rp9 juta. Dirinya tak menggunakan BPJS untuk biaya melahirkan istrinya tersebut, melainkan menggunakan biaya paket sesar dari bidan Lia sebesar Rp6,5 juta.
“Saya menganggur sudah dua bulan, dan biaya ini menggunakan uang tabungan saya,” terangnya.
Ia menegaskan, pihaknya berencana melaporkan hal ini pada pihak berwajib jika tidak ada itikad baik dari pihak RSIA Kenari Graha Medika. Karena, biaya operasi kantung kemih pun dibebankan padanya, padahal hal itu merupakan kesalahan dari tim dokter.
“Ini kan kesalahan dari pihak dokter, masa harus saya yang menanggung biayanya. Harusnya rumah sakit yang menanggung,” keluhnya.
Menurut pria berbadan kurus ini, dirinya pun sangat susah untuk bertemu dengan dokter Firdaus. Bahkan, bidan Lia yang merekomendasikan untuk operasi sesar pun tak mau menemani untuk menemui dokter Firdaus.
Korban malpraktik Mayasari mengungkapkan, saat ini dirinya menggunkan selang yang dimasukan kedalam perutnya untuk buang air kecil. Dan menurut dokter selangnya baru bisa dicopot setelah tiga minggu.
“Saat ini kepala saya terasa berat, pusing,” ungkapnya.
Sementara itu, saat Publik Bogor ingin mengkonfirmasi malpraktik itu, satpam RSIA Kenari Graha Medika Rizki berkilah, direktur maupun humasnya sedang tidak ada.
“Mereka sedang diluar, kalau mau konfirmasi harus kirim surat dulu untuk membuat janji,” singkatnya.

3.2 Analisis Kasus
Masalah dugaan malpraktik medik, akhir-akhir ini, sering diberitakan di media masa. Dugaan kasus malpraktek yang terbaru adalah kasus malpraktek korban mayasari yang kantung kemihnya tersayat ketika di oprasi sesar. Namun, sampai kini, pihak rumah sakit masih bungkam soal hal tersebut.
Secara mendasar masalah ini adalah murni kelalaian  tim dokter bedah pada saat melakukan oprasi sesar. Hal yang seharusya tidak terjadi jika tim dokter bertindak sesuai prosedur yang sudah ditetapkan, namun pada dasarnya dokter juga bisa lalai atau tidak teliti dalam melakukan suatu tindakan. Biaya oprasi kantung kemih juga di tanggung oleh pihak korban dan itu sangat memberatkan pihak korban, karena pihak korban harus membayar biaya oprasi sesar dan oprasi kantung kemih. Pihak korban masih kesusahan untuk membawa kasus ini ke lingkup hukum karena tim dokter ataupun bidan belum bisa ditemui dan susah untuk bertemu.
Salah satu upaya untuk menghindarkan dari malpraktek adalah adanya informed consent (persetujuan) untuk setiap tindakan dan pelayanan medis pada pasien. Hal ini sangat perlu tidak hanya ntuk melindungi dari kesewenangan tenaga kesehatan seperti doter atau bidan, tetapi juga diperlukan untuk melindungi tenaga kesehatan dari kesewenangan pasien yang melanggar batas-batas hukum dan perundang-undangan malpraktek. Kasus Mauren mauren memang harus dianalisi oleh pihak-pihak terkait untuk menentukan dugaan-dugaan yang muncul dan penyelesaian yang diajukan untuk mengatasi kasus ini.




3.3 Malpraktik ditinjau dari segi hukum
1. Sangsi hukum
Jika perbuatan malpraktik yang dilakukan dokter terbukti dilakukan dengan unsur kesengajaan (dolus) dan ataupun kelalaian (culpa) seperti dalam kasus malpraktek dalam bidang oprasi bedah, maka adalah hal yang sangat pantas jika dokter yang bersangkutan dikenakan sanksi pidana karena dengan unsur kesengajaan ataupun kelalaian telah melakukan perbuatan melawan hukum. Perbuatan tersebut telah nyata-nyata mencoreng kehormatan dokter sebagai suatu profesi yang mulia.
Pekerjaan profesi bagi setiap kalangan terutama dokter tampaknya harus sangat berhati-hati untuk mengambil tindakan dan keputusan dalam menjalankan tugas-tugasnya karena sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Tuduhan malpraktik bukan hanya ditujukan terhadap tindakan kesengajaan (dolus) saja.Tetapi juga akibat kelalaian (culpa) dalam menggunakan keahlian, sehingga mengakibatkan kerugian, mencelakakan, atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Selanjutnya, jika kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan tindakan medik yang tidak memenuhi SOP yang lazim dipakai, melanggar Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka dokter tersebut dapat terjerat tuduhan malpraktik dengan sanksi pidana.
Dalam Kitab-Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kelalaian yang mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Kelalaian yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa seseorang dapat diancam dengan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 360 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), (1) ‘Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun’. (2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap dokter yang terbukti melakukan malpraktik, sebagaimana Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), “Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.” Namun, apabila kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan malpraktik yang mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa dan atau hilangnya nyawa orang lain maka pencabutan hak menjalankan pencaharian (pencabutan izin praktik) dapat dilakukan.
Berdasarkan Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tindakan malpraktik juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oleh seseorang (pasien) terhadap dokter yang dengan sengaja (dolus) telah menimbulkan kerugian kepada pihak korban, sehingga mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian (dokter) untuk mengganti kerugian yang dialami kepada korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab-Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Sedangkan kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian (culpa) diatur oleh Pasal 1366 yang berbunyi: “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.”



2.      Kepastian hukum

Melihat berbagai sanksi pidana dan tuntutan perdata yang tersebut di atas dapat dipastikan bahwa bukan hanya pasien yang akan dibayangi ketakutan. Tetapi, juga para dokter akan dibayangi kecemasan diseret ke pengadilan karena telah melakukan malpraktik dan bahkan juga tidak tertutup kemungkinan hilangnya profesi pencaharian akibat dicabutnya izin praktik. Dalam situasi seperti ini azas kepastian hukum sangatlah penting untuk dikedepankan dalam kasus malpraktik demi terciptanya supremasi hukum. Apalagi, azas kepastian hukum merupakan hak setiap warga negara untuk diperlakukan sama di depan hukum (equality before the law) dengan azas praduga tak bersalah (presumptions of innocence) sehingga jaminan kepastian hukum dapat terlaksana dengan baik dengan tanpa memihak-mihak siapa pun.
Hubungan kausalitas (sebab-akibat) yang dapat dikategorikan seorang dokter telah melakukan malpraktik, apabila (1) Bahwa dalam melaksanakan kewajiban tersebut, dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipakai. (2) Pelanggaran terhadap standar pelayanan medik yang dilakukan merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). (3) Melanggar UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

3.3 Malpraktik ditinjau dari segi KODEKI

Ditinjau dari Sudut Pandang Etika (Kode Etik Kedokteran Indonesia /KODEKI) Etika punya ari yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna yang berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas. Moralitas adalah hal-hal yang menyangkut moral, dan moral adalah sitem tentang motifasi, perilaku dan perbuatan manusia yang dianggap baik atau buruk. Franz Magnis Suseno menyebut etika sebagai ilmu yang mencari orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab pertanyaan yang amat fundamental: bagaimana saya harus hidup dan bertindak?. Bagi seorang sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan budaya tertentu. Bagi praktisi professional termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya, etika berarti kewajiban dan tanggungjawab memenuhi harapan profesi dan masyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang professional, etika adalah salah satu kaidah yang menjaga terjadinya interaksi antara pemberi dan penerima jasa profesi secara wajar, jujur, adil, professional dan terhormat.
Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “ seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai denga standar profesi tertinggi”. Jelasnya bahwa seeorang dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya seebagai seorang proesional harus sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, hokum dan agama. KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa “setiap dokter hrus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”. Arinya dalam setiap tindakan dokter harus betujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaan manusia.
Dalam KODEKI Bab I Pasal 10 dijelaskan bahwa setiap dokter bersikap tulus dan menpergunakan segala ilmu keterampilanya untuk kepentingan pasein.
Peran pengawasan terhadap pelanggaran kode etik (KODEKI) sangatlah perlu ditingkatkan untuk menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang mungkin sering terjadi yang dilakukan oleh setiap kalangan profesi-profesi lainnya seperti halnya advokat/pengacara, notaris, akuntan, dll. Pengawasan biasanya dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk memeriksa dan memutus sanksi terhadap kasus tersebut seperti Majelis Kode Etik. Dalam hal ini Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK). Jika ternyata terbukti melanggar kode etik maka dokter yang bersangkutan akan dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia. Karena itu seperti kasus yang ditampilkan maka juga harus dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam kode etik.
Namun, jika kesalahan tersebut ternyata tidak sekedar pelanggaran kode etik tetapi juga dapat dikategorikan malpraktik maka MKEK tidak diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk memeriksa dan memutus kasus tersebut.
Lembaga yang berwenang memeriksa dan memutus kasus pelanggaran hukum hanyalah lembaga yudikatif. Dalam hal ini lembaga peradilan. Jika ternyata terbukti melanggar hukum maka dokter yang bersangkutan dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Baik secara pidana maupun perdata. Sudah saatnya pihak berwenang mengambil sikap proaktif dalam menyikapi fenomena maraknya gugatan malpraktik. Dengan demikian kepastian hukum dan keadilan dapat tercipta bagi masyarakat umum dan komunitas profesi. Dengan adanya kepastian hukum dan keadilan pada penyelesaian kasus malpraktik ini maka diharapkan agar para dokter tidak lagi menghindar dari tanggung jawab hukum profesi.
BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Atas dasar beberapa uraian yang telah disebutkan di muka kiranya dapat diambil suatu kesimpulan sehubungan dengan masalah malpraktek oprasi bedah, adalah sebagai berikut:
1.   Kasus malapraktek merupakan suatu kasus yang menarik, yang sering dialami oleh masyarakat, dan yang sekaligus merupakan manifestasi dari kemajuan teknologi kesehatan dengan berbagai peralatannya yang canggih. Sementara itu dengan semakin banyaknya kasus malpraktek yang disidangkan di Pengadilan dan bermunculannya berita-berita tentang malpraktek tenaga medis di media masa karena kegagalannya dalam berpraktek sehingga mengakibatkan cidera-nya atau meninggalkan pasien, menunjukkan bahwa tingkat kesadaran hukum masyarakat mulai meningkat, sehingga perpaduan antara kedua hal tersebut di atas akan menimbulkan suatu perbenturan atau sengketa.
2.   Sedangkan altrnatif untuk menyelesaikan sengketa itu sendiri, untuk sementara waktu ini belum memadai, sehingga kasus-kasus malpraktek dijumpai kandas di pemeriksaan sidang pengadilan. Oleh sebab sangst diperlukan adanya suatu pemikiran-pemikiran yang jernih dari para arsitek hukum untuk mene-mukan alternatif apa yang dapat dipakai dalam menghadapi kasus-kasus malpraktek tersebut, sebab kasus ini sangat banyak berkaitan dengan kepentingan masyarakat, khususnya bagi yang merasa dirugikannya.

4.2  Saran
1.   Kiranya pihak korban , lansung mencari dokter yang bersangkutan, dan selanjutnya melaporkanya ke pihak yang berwajib.
2.   Diharapkan tenaga medis akan lebih waspada dan hati-hati dalam melaksanakan tugasnya, masyarakat menjadi aman dan puas atas pelayanannya dan penegak hukum dapat lancar dalam bertugas, akhirnya penegakan hukum dapat berjalan sebagaimana kita harapkan.











DAFTAR PUSTAKA

Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan/edisi 4/ penerbit buku kedokteran/2007
Ameln, F., 1991, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, Jakarta.
Mariyanti, Ninik, 1988, Malpraktek Kedokteran, Bina Aksara, Jakarta.
Undang undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
http://nonameface.wordpress.com/2010/02/06/poin-poin-penting-undang-undang-kesehatan-no-36-th-2009/
http://www.kksp.or.id/?pilih=lihatdl&id=30
http://bataviase.co.id/node/590966
http://ikpreg1b.blogspot.com/2011/01/kasus-malpraktek-dalam kesehatan.html
http://lahasmile.com/62468/kasus-maureen-harus-diproses-hukum.html
http://arsipberita.com/arsip/kasus-maureen-global-medika.html
http://www.indonesiaheadlines.com/index.php?id=1440285




Share:

1 comment:

  1. Bet on Sports in NJ - Jtmhub.com
    The best 평택 출장안마 bet on sports has never been 충주 출장마사지 easier. Bet on 시흥 출장마사지 Sports and you 의정부 출장마사지 are 수원 출장샵 sure to win! Betting is the most popular sport in NJ,

    ReplyDelete